Agropolitan Musi Rawas

Agropolitan Musi Rawas


Komitmen Pemerintah Kabupaten Musi Rawas (Mura) untuk menjadikan kabupaten tersebut sebagai exciting of Sumatra atau daerah yang bergairah dan mengasyikkan untuk investasi kini sudah di depan mata. Pembangunan di berbagai sektor terus dilakukan di daerah yang sebelumnya dikenal sebagai wilayah miskin, dengan lima distrik agropolitan sebagai motornya.

KABUPATEN Musi Rawas (Mura) terletak di sebelah barat Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel). Sekitar 75% dari total luas wilayah Mura atau sekitar 1,23 juta hektare lebih luas dari Provinsi Bengkulu (Provinsi tetangga Kab. Mura) merupakan lahan yang dapat dimanfaatkan, baik dari migas maupun untuk pengembangan sektor pertanian dan perkebunan.

Kabupaten ini terletak di posisi 102°07’00”-103°40’10” BT dan 2°20’00’’-3°38’00’ LS serta berbatasan dengan Prov. Jambi, Sebelah Selatan dengan Kab. Lahat dan Kab. Lintang Empat Lawang, sebelah barat perbatasan dengan Kota Lubuk Linggau dan Prov. Bengkulu serta sebelah timur dengan Kab. Muara Enim dan Kab. Musi Banyuasin (Muba).

Kini jumlah penduduk Mura mencapai 491.558 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,5% serta didukung 19 Kecamatan dan 19 Kelurahan serta 242 desa.

Dengan wilayah yang cukup luas dibanding Bengkulu, Mura pun patut bersyukur, sebab Mura dikarunia berbagai sumber daya alam (SDA) yang cukup potensi dan berlimpah.

Namun selama ini masyarakat Mura ternyata belum termasuk kategori sejahtera dan bersifat paradoks. Oleh karena itu di era pemerintah Bupati Mura yang saat ini dijabat Ridwan Mukti kondisi tersebut tahap demi bertahap mulai dikikis.

Untuk mendukung pembangunan Mura, Pendapatan Asli Daerah (PAD) pun mulai digenjot, dari semula pada 2005 hanya sekitar Rp5 miliar per tahun, kini PAD bisa mencapai Rp40 miliar lebih, demikian pula dengan APBD yang dulunya hanya Rp300 miliar, pada 2009 diusulkan sekitar Rp1,5 triliun dengan tujuan agar pembangunan di segala lini, baik infrastruktur pendukung, maupun kesejahteraan masyarakat dapat lebih memadai.

Ada beberapa unggulan SDA Mura yang dapat mendukung kemajuan kabupaten ini, yakni energi (minyak, gas dan batubara). Hal ini berdasarkan dengan eksplorasi di Bumi Mura mengandung minyak mentah (cruide oli) sebanyak 83,871,60 MSTB dan gas alam 1.563,01 BSCF, sementara untuk deposit batubara terdeteksi mencapai 1.235 juta ton.
Tentunya bila SDA batubara tersebut dieksploitasi 10 juta ton per tahun atau 27.400 ton per hari, baru akan habis diperkirakan 120 tahun lebih, sementara SDA gas 48% merupakan cadangan nasional yang ada di Sumsel, dari jumlah itu 85% masih terdapat di Mura.

Sedangkan untuk SDA non migas sendiri Mura, memiliki komoditas unggulan karet dengan total area seluas 226.034 hektare (pada 2007) atau terluas di Sumsel, kebun karet seluas rata-rata 125.247,7 ton per tahun sebagian besar dikelola rakyat.

Dan komoditas unggulan lainnya, yakni sawit dengan total luas lahan mencapai 92.862,5 hektare dengan menghasilkan rata-rata 1.412.332,7 ton cruide palm Oil/CPO, bahkan pada 2007 lalu luas lahan sawit bertambah menjadi 96.097 hektare.

Mura pun memiliki lahan pertanian padi begitu luas dengan areal lahan tanam mencapai 59.828 hektare dan luas panen mencapai 56.594 hektare dengan produksi 236.886 ton per tahun. Dengan kondisi ini Mura bisa mengalami surplus beras sebesar 85.492 ton per tahun.

Kini dengan kondisi luas lahan padi dan produksi bisa surplus itu, maka Mura tengah membangun saluran Irigasi Bendungan Muara Lakitan Selangit, dan termasuk terbesar nomor dua di Sumsel. Rencananya akan digunakan untuk mengairi sawah baru seluas 50.000 hektare yang diharapkan ke depan dapat menghasilkan sekitar 500.000 ton beras. Pembangunan saluran itu saat ini tengah terealisasi fase I, diperkirakan tahun depan memasuki fase II dan tiga.

Bukan itu saja, Mura juga memiliki potensi di sektor perikanan, hal ini bisa sinergi dengan dibangunnya irigasi tersebut, karena memungkinkan masyarakat Mura dapat membudidayakan ikan kolam air tenang dengan luas areal 872,8 hektare dan produksi mencapai 8.120.63 ton dan untuk benih ikan mencapai 120.325.570 ekor.

Selain itu SDA diatas Mura termasuk salah satu penghasil kayu akasia untuk digunakan bahan baku industri pulp dan paper dengan luas kawasan lahan 631.104 hektare, sementara hutan konservasi (TNKS) hanya 251.252 hektare dan hutan lindung 1.842 hektare.

Hutan produksi tetap mencapai 301.453 hektare,hutan produksi terbatas mencapai 26.480 hektare dan hutan produksi konversi 50.072 hektare. Bahkan bukan itu saja, disektor pariwisata pun Mura siap mengembangkannya dengan membangun infrastruktur potensi pariwisata SDA yang bisa di jual, seperti Goa Napal Licin, Danau Raya, Danau Suka Hati, Danau Gegas dan wisata alam untuk arum jeram di Sungai Rawas.

Melihat kondisi SDA yang memadai itu, tidak mungkin harus didukung infrastruktur yang memadai, maka keseriusan untuk menjadikan Mura salah satu gerbang investasi di wilayah barat tersebut, komitmen Bupati Mura, Ridwan Mukti terus melakukan pembangunan yang hingga kini terus berlanjut.

Sehingga apa yang diharapkan untuk menarik investasi dari seluruh investor baik lokal maupun asing dapat terwujud, hal ini tentunya agar mereka (investor) memiliki akse ke daerah tujuan.

Infrastruktur yang tengah dibangun tersebut, seperti perluasan run way lapangan terbang Silampari dari dulunya hanya 900 meter, kini akan diperluas menjadi 2.000 meter yand diharapkan dibandara tersebut dapat mendarat pesawat Boeing 737 pada 2009.

Saat ini, infrastruktur tranfortasi darat, seperti pembangunan jalan dalam kota pun tengah dilakukan, bahkan rute darat (jalan nasional) pun terus diperbaiki. Selain itu Mura pun tengah sarana dan prasarana, seperti pembangunan gedung pusat pemerintahan dan pertokoan, terminal, pusat pergudangan dengan pengembangan empat distrik (kawasan) agropolitan dan satu agropolitan center.

Kembangkan Agropolitan Center
Keseriusan Pemkab Mura yang dikomandoi Bupati Ridwan Mukti dan Wakil Bupati Mura Ratnawati Ibnu Amin untuk membangun bumi Mura terbukti nyata, sebab saat ini ada lima distrik Agropolitan dan satu pusat agropolitan tengah dibangun. Hal ini tentunya komitmen dua pasangan tersebut untuk mendukung dan meningkatkan kesejahteraan serta pertumbuhan perekonomian masyarakat dengan pola berbasis agraris.
Agropolitan sendiri, yakni kota pertanian tumbuh dan berkembang yang mampu memacu berkembangnya sistem dan usaha agribisnis, sehingga dapat melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya.

Kawasan agropolitan terdiri dari Kota pertanian dan desa-desa sentra produksi pertanian yang ada di sekitamya, dengan batasan yang tidak ditentukan oleh batasan administrasi pemerintahan, tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan skala ekonomi yang ada. Dengan kata lain, kawasan agropolitan adalah kawasan agribisnis yang memiliki fasilitas perkotaan.

Tidak itu saja, agropolitan tersebut dilengkapi berbagai sarana dan prasarana agribisnis yang mernadai (pasar, bank, BPP, koperasi, terminal, pergudangan dan lain-lain). Bahkan sarana dan prasarana umum yang memadai (transportasi, listrik, telekomunikasi, air bersih, kesehatan, pendidikan, rekreasi dan lainnya) dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup, SDA, Sosbud dan keharmonisan hubungan kota agropolitan,.

Agropolitan tersebut terdiri dari lima distrik dan satu pusat agropolitan dengan didirikan di areal lahan dengan total 99 hektare. Masing-masing distrik dibangun di areal lahan sekitar 5 hektare dan pusat agropolitan rencananya dibangun di atas lahan sekitar 74 hektare dengan menelan biaya hingga selesai 100% diperkirakan mencapai Rp1 triliun.

Kelima kawasan Agroplitan tersebut, yakni Megang Sakti, Simpang Terawas, Simpang Semambang, Simpang Nibung, Muara Beliti dan Agropolitan Center.

Sementara pengembangan Agropolitan Center tepatnya di Kecamatan Muara Beliti merupakan Ibukota Kabupaten ini, nantinya juga akan mencerminkan pengembangan kota yang pesat.

Sebab konsep dari Agropolitan Center ini sendiri ternyata menjanjikan, karena satu pembentukan miniatur kota metropolitan atau kota metropolitan dalam skala kecil. Hal ini untuk menunjang investor dalam menanamkan modalnya. Selain itu masing-masing distrik juga akan lebih nyaman karena dilengkapi dengan sarana rekreasi.

Yang lebih penting lagi dengan adanya lima distrik itu, secara otomatis akses ke daerah akan lebih lancar. Sebab dari Agropolitan Center ke lima distrik ini jalur, khususnya jalan yang dibuat lebih terencana. Dengan demikian akses ke arah yang selama ini menjadi permasalahan bisa teratasi.

Apalagi infrastruktur jalan untuk menuju kawasan agropolitan tersebut tengah dibangun dan Pemkab Mura pun pada 2009 mengusulkan dana untuk infrastruktur pada 2009 mencapai Rp232 miliar. Dana tersebut selain membangun jalan akan digunakan juga untuk perbaikan jembatan akses di lokasi itu.

Dana tersebut dibagikan merata untuk menunjang akses di lima distrik dan satu pusat agropolitan tersebut dengan masing-masing alokasi sebesar Rp14 miliar, sementara pusat agro sendiri dari alokasi dana yang diusulkan pada 2009 itu, akan digunakan untuk pusat agro sekitar Rp19 miliar dengan target penyelesaian jalan sepanjang 19 km x 7 meter dengan daya tahan beban 20 ton.

Pembangunan pembangkit
Selain membangun agropolitan, program Mura juga, yakni memanfaatkan SDA migas dengan rencana membangun beberapa pembangkit, seperti 2x7 Mega Watt (MW) di Kecamatan Muara Lakitan yang studi kelayakan sudah dilakukan pada 2005,

Diharapkan pembangkit yang digarap swasta dan BPPT sudah siap digunakan pada 2009, pembangkit 2x100 Mega Watt di Kecamatan Muara Lakitan dengan target pembangunan fisik pada 2009, pembangkit 2x600 MW di Kecamatan Rawas Ilir dengan target fisik 2009-2010 dan PLTG di Kecamatan Sukarya dengan kapasitas 2x50 MW dengan target pembangunan fisik 2008.

Infrastruktur lainnya, yakni jaringan rel kereta api yang rencananya akan menembus pelabuhan di Bengkulu untuk menunjang pengangkutan batubara.

Selain pembangunan fisik, Pemkab Mura tidak lupa melupakan pembangunan disektor pendidikan dan kesehatan masyarakat. Dalam membangun pendidikan benar-benar-benar digenjot, yakni terciptanya ekselerasi mengejar ketertinggalan, selain merekrut pengajar baru, mendorong para pejabat di jajaran Pemkab untuk ikut mengajar dan membentuk satgas wajib belajar sembilan tahun.

Hasilnya, APK pada 2007 menjadi 111,52 ditingkat SD, dan SLTP APK naik rata-rata 90,6, bahkan kenaikan tajam pada SMU mencapai 50,75, Bahkan buta aksara hingga kini dapat ditekan, berdasarkan sensus penduduk hanya sekitar 1,82%.

Dibidang kesehatan juga terus ditingkatkan dengan menambah posyandu di pedesaan, dibeberapa kecamatan pun Mura mempunyai 24 Puskesmas dan 2 Rumah Sakit (RS) disetiap kecamatan dilengkapi ambulance.

Hal ini dibuktikan dengan tingkat kematian ibu melahirkan menurun tajam dari 447/100.000 pada 2005 menjadi 203/100.000 pada 2007, demikian kematian bayi pada 2005 mencapai 42/100.000 menjadi 6,6/100.000 pada 2007


Artikel Terkait

    0 Komentar